PAKAIAN ADAT DI BATAK SIMALUNGUN
Batak merupakan salah satu suku
yang ada di Indonesia. Istilah “batak” merujuk pada masyarakat atau etnik yang
bermukim di sekitaran Sumatera Utara (Langkat Hulu, Deli Hulu, Daratan Tinggi
Karo, Serdang Hulu, Toba, Simalungun, Tapanuli Tengah, dan Mandailing)
yang memiliki marga dan menggunakan rumpun bahasa batak.
Etnik batak terdiri atas sub
etnik : Karo, Pakpak/Dairi, Simalungun, Toba, Angkola dan Mandailing.
Adat dari Suku Batak mengatur
hubungan keturunan secara patrilinea, dimana anak laki-laki yang menjadi
perpanjangan penerus marga. Suku batak memiliki berbagai macam marga,
perkawinan pada marga yang sama sangat dilarang di dalam
suku batak.
Orang batak menggunakan beberapa logat yaitu logat karo (yang dipakai
oleh orang Karo), logat pakpak (yang dipakai oleh Pakpak), logat simalungun (yang
dipakai oleh Simalungun), logat toba (dipakai oleh Toba, Angkola dan
Mandailing).
DR JR Saragih, SH MM menegaskan
etnies Simalungun memberi warna dalam perjalanan pembangunan Kota Medan, dan
Sumatera Utara secara umum. Hal ini disampaikannya, ketika memimpin upacara
patappei sihilap (Pelantikan,red) DPC PMS Kota Medan di lapangan Benteng,
Sama seperti suku-suku lain di
sekitar daerah simalungun, pakaian adat suku Simalungun
tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan
pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou
dengan berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan
ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis
dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan
perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa
Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar,
Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Secara legenda ulos dianggap
sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan
Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa
digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti
api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan
"mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan
pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat
dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan
bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan
corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup
kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita
misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang
disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan
kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari
tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun,
awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari
bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong
Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga
menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan
batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun
dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.